Meriahnya Jazz Jalanan Di Jogja

Bagi sekelompok orang musik jazz mungkin dianggap sebagai musik yang elit. Namun, pandangan itu tak berlaku bagi para musisi jazz di Yogyakarta. Mereka yang tergabung dalam Komunitas Jazz Jogja, justru berkeinginan meruntuhkan eksklusifitas musik jazz dan menjadikan jazz sebagai musik rakyat.

Upaya ini ditunjukkan dengan semakin maraknya pagelaran jazz jalanan secara gratis di Jogja. Event jazz gratisan yang berskala paling besar adalah event Ngayogjazz yang dipentaskan setiap tahun secara rutin, sementara pagelaran jazz pendamping adalah Jazz Mben Senen yang digelar tiap Senin malam di halaman Bentara Budaya Yogyakarta serta Jazz On The Street yang dipentaskan di halaman Jogja Gallery. Meski digelar secara gratisan, pagelaran jazz ini sangat meriah dan mampu menarik minat masyarakat yang masih awam dengan musik jazz.

Menurut Jadug Ferianto, munculnya citra musik Jazz sebagai musik elit awalnya juga berasal dari para musisi sendiri. Mereka mengemas pagelaran secara terbatas sehingga hanya kelompok tertentu yang dapat menikmati. Kondisi ini dalam pandangannya merupakan pengkhianatan terhadap sejarah musik jazz itu sendiri, sebab di negara asalnya, jazz juga merupakan musik rakyat. Nyaris tak ada bedanya dengan campursari ataupun dangdut. Selain itu, "mengurung" jazz sebagai musik tertentu dalam jangka panjang juga akan membuat musik ini tidak berkembang. Sebab, musik merupakan bahasa universal, yang berkembang sesuai dengan situasi sosial budaya dalam masyarakat. "Karena itu, setiap artis yang main di Ngayogjazz selalu kita berikan kebebasan, apakah mereka akan memainkan jazz secara murni atau fushion," ujar Jadug.

Diungkapkan juga oleh Jadug, semakin lekatnya musik Jazz di kalangan masyarakat awam, akan membuat genre baru dalam musik ini. Sebab, masuknya unsur musik rakyat seperti campursari atau keroncong dalam jazz akan membuat jazz menjadi semakin berwarna. "Kita mungkin nyaris tak membayangkan bahwa tembang "Caping Gunung" jika dinyanyikan dalam irama jazz ternyata juga menarik. Begitu juga dengan "Bengawan Solo" atau "Sepasang Mata Bola," kata Jadug.

Menyimak event jazz jalanan yang belakangan mulai marak di Jogja, memang terasa ada nuansa yang sangat berbeda. Selain irama fushion dan bossanova, namun tembang-tembang pop yang biasanya terdengar sangat datar menjadi berbeda dengan adanya permainan improvisasi bass, terompet maupun saxophone. Penonton yang rata-rata terdiri dari tukang becak, penjual angkringan atau kusir andong yang sedang melintas pun terkesima oleh kemeriahan musik jazz yang dimainkan. Suasana bertambah syahdu dan semakin merakyat dengan banyaknya penjual asongan di arena pentas. Jika jazz bisa dinikmati segampang ini maka mengapa untuk event Java Jazz justru dikemas sangat mahal? Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang..!


Original Post:

http://indonesiaseni.com/berita-utama/meriahnya-jazz-jalanan-di-jogja

Tuesday, 09 March 2010 19:07 / Sulistyawan (Kontributor)

sumber: indonesiaseni.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar